Komunitas Konsumen Indonesia Desak Kemenkes RI Ungkap Nama Sirup Dan Obat-Obatan Berbahaya
Jakarta | Kabarindoraya.com
Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) ,Dr David Tobing mendesak pengungkapan secara terbuka nama obat-obatan yang mengandung bahan berbahaya terkait Kasus Gagal Ginjal Akut.
” Pertama-tama, kami apresiasi 5 merek obat sirup dari 26 merek yang diuji BPOM telah dipublikasikan sebagai obat yang menunjukkan adanya kandungan cemaran EG yang melebihi ambang batas aman. Namun untuk tidak menimbulkan kegaduhan Pemerintah harus menjelaskan dan mempublikasikan juga 15 dari 18 obat yang dinyatakan Kementrian Kesehatan mengandung bahan berbahaya etilen glikol (EG).
“KKI mendesak Kemenkes juga segera publikasi nama-nama obat sirup mana yang mengadung bahan berbahaya, maupun yang tidak demi kenyamanan dan keamanan kepada pengguna obat (konsumen), terlebih lagi obat- obatan tersebut banyak beredar dan dijual bebas.” Tegas David
David Tobing juga menerangkan penting nya pengungkapan nama-nama obat tersebut karena hak konsumen.
” Hak-hak yang dimaksud adalah untuk mendapatkan informasi produk- produk yang dianggap berbahaya untuk dikonsumsi
untuk mengantisipasi bagi anak-anak yang terlanjur , mengkonsumsi obat- obatan tersebut, supaya orang tua si anak mengecek perkembangan kesehatan anak nya secara berkala untuk mencegah hal-hal yang tidak diharapkan.
“Hal ini perlu agar tidak meresahkan anak dan orang tua si anak yang merupakan konsumen pengguna obat.” Ujar David
Sementara itu, Perwakilan dari Forum Advokat Peduli Anak (FAPA), Maria Ardianingtyas, S.H., LL.M, menyampaikan pandangannya bahwa jangan sampai hak anak terabaikan akibat kebijakan pembatasan obat sirup yang saat ini diduga menjadi salah satu penyebab terjadinya penyakit gagal ginjal akut anak.
“Pasal 8 dari Undang-undang No. 23 Tahun 2002 jo. UU No. 35 Tahun 2014 jo. UU No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak) menyatakan bahwa Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial. Selain itu, Pasal 22 dari UU Perlindungan Anak mengatur bahwa Negara, Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak.
“Maka dari itu, jangan sampai pembatasan obat sirup yang tidak jelas dan akurat informasinya justru malah mengabaikan kesehatan anak yang sedang membutuhkan obat-obatan dalam bentuk sirup yang belum ada penggantinya.” terang Maria Ardiningtyas
FAPA berharap Kementerian Kesehatan dapat terus berkoordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Harapan dari koordinasi tersebut adalah agar orangtua terus mendapatkan informasi resmi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengenai obat sirup yang berpotensi menjadi penyebab gagal ginjal akut anak.
“Nah dengan koordinasi yang baik, diharapkan agar para orang tua memiliki pedoman praktis yang resmi dan tidak menyesatkan dalam menghadapi situasi saat anak sedang sakit dan memerlukan obat sirup yang belum ada penggantinya.” ujar Maria Ardiningtyas
Selain itu, FAPA juga menghimbau adanya obat-obatan pengganti obat sirup secara gratis sebagai bentuk Perlindungan Anak.
“Amanat Pasal 45B dari UU Perlindungan Anak jelas menyatakan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat dan Orang Tua wajib melindungi Anak dari perbuatan yang mengganggu Kesehatan dan tumbuh kembang Anak, dengan harus melakukan aktivitas yang melindungi Anak. “ tegas Maria Ardianingtyas.
(Sihol)
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow