Masa Kepemimpinan Pangeran Soeria Kusumah Adinata Atau Pangeran Sugih
Setelah menjadi bupati, nama Raden Somanagara berganti nama menjadi Raden Tumenggung Soeria Kusumah Adinata, dan mendapat gelar Adipati dari pemerintah Belanda pada 14 Agustus 1841. Berdasarkan besluit pemerintah kolonial Belanda pada 31 Oktober 1850, dia mendapat gelar pangeran, sehingga disebut Pangeran Soeria Kusumah Adinata atau dikenal sebagai Pangeran Sugih.
Tumenggung Soeria Kusumah Adinata nampak jelas mewarisi sifat-sifat kakeknya, Pangeran Kornel. Dia cerdas, pandai dan bijaksana memimpin dan sangat memperhatikan nasib rakyat Sumedang. Dia banyak membangun prasarana jalan, dan pengairan sawah untuk petani dan memajukan bidang pertanian guna meningkatkan taraf hidup rakyatnya.
Kebijakan pemerintah Belanda yang memberatkan rakyat, diusulkan kepada pemerintah untuk dihapuskan. Pada tahun 1885 misalnya, Belanda terpaksa mencabut peraturan penanaman tarum (nila), dan tanah bekas tarum tadi ditanami padi huma.
Pada masa pemerintahan Bupati Pangeran Soeria Kusumah Adinata kehidupan ekonomi di Sumedang terus meningkat baik. Di kota Sumedang perekonomian semakin maju. Pasar dan toko terus bertambah karena daya beli rakyat meningkat.
Program peningkatan kesejahteraan berhasil sehingga rakyat berkecukupan. Di sepanjang kota, toko-toko dan warung bertambah. Pada tahun 1856 di kota Sumedang sudah terdapat 116 toko dan 18 warung, seiring dengan meningkat jumlah penduduk Kabupaten Sumedang yang mencapai 188.969 orang pada tahun 1856 itu. Pada tahun itu sudah ada 10 sekolah dasar.
Sejarah juga mencatat bahwa Bupati Sumedang, Pangeran Soeria Koesoemah Adinata ini atau Pangeran Sugih ini, selain sangat cakap dalam bidang pemerintahan dan pembangunan ekonomi di daerahnya, juga dikenal sebagai seorang tokoh seni atau budayawan.
Pada masa pemerintahannya, kesenian wayang kulit dan wayang golek berkembang atas pembinaannya. Bahkan dia juga mempelopori seni pertunjukkan wayang orang di Priangan.
Pangeran Sugih juga dikenang oleh komunitas seniman dan budayawan Sunda di Sumedang sebagai pencipta lagu-lagu Sunda. Di antara lagu-lagunya adalah lagu “Surasari”, yang dimainkan dengan gamelan. Kini gamelan miliknya Pangeran Sugih masih tersimpan di antaranya yang bernama Gamelan Sari Arum, Sanglir, dan Manggu.
Dalam pengembangan pendidikan agama Islam di Sumedang, Pangeran Sugih membangun beberapa pesantren di daerah ini. Bahkan sebuah pesantren yang didirikan oleh tokoh pendidikan agama dari Keraton Kasepuhan Cirebon yaitu KH. Asyrofuddin (keturunan dari Pangeran Syamsuddin I, yang berada di kampung Cikuleu, Ujungjaya diminta untuk dikembangkan juga dikampung Cipicung, Conggeang.
Pangeran Sugih menyediakan tanahnya untuk di wakafkan guna mendirikan pesantren tersebut pada tahun 1846. Dalam pengembangan kota Sumedang, Pangeran Sugih membangun beberapa gedung pemerintahan kabupaten, kantor, jalan-jalan, jembatan dan mesjid. Di antaranya adalah Gedung Negara sekarang yang berada di pusat kota Sumedang.
Gedung itu dibangun atas saran Asisten Residen Sumedang kepada Bupati Sumedang karena seringnya tamu-tamu dari Batavia yang berkunjung dan bermalam di kota ini, di rumah Asisten Residen. Oleh sebab itu, pada tahun 1850 Pangeran Sugih membangun sebuah Gedung di atas tanahnya sendiri.
Arsitek gedung tersebut adalah Raden Saleh, dan kemudian gedung itu diberi nama Gedung Bengkok karena bentuk dua gapuranya bengkok. Kemudian di ubah namanya menjadi Gedung Negara. Letaknya bersebelahan dengan Gedung Srimanganti.
Setelah selesai, Bupati tetap tinggal di Srimanganti, sedangkan untuk tempat tinggal keluarga bupati, pada tahun yang sama dibangun pula Gedung Bumi Kaler dan Gedung Bumi Kidul. (Yang ada sekarang tinggal Gedung Bumi Kaler).
Mesjid Agung di Kota Sumedang sekarang juga dibangun pula masa Bupati Sumedang/Pangeran Sugih. Dia menyempurnakan dan memindahkan mesjid lama yang dibangun semasa Panembahan dekat Gedung Bengkok, dan kemudian dibangun baru menjadi mesjid Agung di pusat kota.
Khusus untuk beberapa hiasan dan ukiran serta pahatan pada pintu, kusen jendela dan mimbar, bupati sengaja mendatangkan ahli seni pahat dari Cina.
Karena mengantarkan rakyat Sumedang ke arah kemakmuran, Bupati Pangeran Soeria Kusumah Adinata (Pangeran Sugih) pun berhasil baik sehingga dia pun ikut menjadi kaya (sugih) dengan banyak harta dan keturunan, dia dikenal pula sebagai Pangeran Sugih. Dia wafat pada tanggal 22 September 1882 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang.
Itulah sekelumit Cerita Kakek Buyut Bapak Rudy Susmanto.S.Si, yang Insya Allah akan menjadi Bupati Kabupaten Bogor menuju Bogor yang Istimewa.(Redaksi)
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow