PGM Jabar Minta Kemenag Tinjau Ulang Simpatika

PGM Jabar Minta Kemenag Tinjau Ulang Simpatika

Smallest Font
Largest Font

Kabarindoraya.com | Para guru madrasah di Jawa Barat mempertanyakan efisiensi Simpatika yang dikelola Kementrian Agama (Kemenag) Republik Indonesia. Mereka merasa heran karena Kemenag seringkali meminta ulang berkas data guru madrasah.

Ketua Perkumpulan Guru Madrasah (PGM) Indonesia Provinsi Jawa Barat, Hasbulloh, SE, MA.Ek menyampaikan banyaknya keluhan dari para guru madrasah di beberapa kota dan kabupaten di Jawa Barat yang mempertanyakan berbelitnya urusan pengadministrasian bagi para guru madrasah yang mengurus verval inpasing melalui aplikasi Simpatika.

Pemberkasan ulang yang sering terjadi dinilai sangat tidak efisien dan membuang waktu. Padahal Kemenag seharusnya meminta data para guru pada saat ada perubahan data saja. Misalnya, guru tersebut naik pangkat golonganya atau guru tersebut menempuh pendidikan kembali. “Kemenag sering meminta ulang berkas data guru madrasah. Sehingga para guru madrasah ini bertanya-tanya, kemana berkas yang sudah pernah diberikan. Ini tidak bisa dipahami. Kecuali jika ada perubahan data, itu kita penuhi,” papar Hasbulloh.

Tak hanya itu, para guru madrasah juga merasa kesulitan mengakses aplikasi Simpatika yang dikeluarkan Kemenag. Akibatnya, jika tidak mengakses aplikasi itu, tunjangannya tidak cair. “Saya kira sistem aplikasi Simpatika harus ditinjau ulang. Harusnya, aplikasi ini mempermudah, bukan justru menjadi kendala sehingga tunjangan para guru madrasah jadi tidak cair,” tambahnya.

Simpatika selama ini digunakan para guru madrasah untuk proses inpasing, yaitu tahapan penyetaraan kepangkatan, golongan, dan jabatan fungsional Guru Bukan PNS (GBPNS) dengan kepangkatan, golongan, dan jabatan guru Pegawai Negeri Sipil. Selain verval inpasing untuk verifikasi dan validasi keaslian SK Inpasing pendidik di lingkungan Kemenag.

Beberapa persoalan yang dipaparkan itu, menjadi kelemahan sistem aplikasi Simpatika. “Kalau pendataan terpusat disana, segalanya harus siap. Jangan seperti main-main mengurus nasib guru madrasah,” tegas Hasbulloh.

Tak hanya soal itu, perbedaan juga dirasakan tidak adil oleh para guru madrasah, semisal soal golongan kepangkatan serta menghitungan masa kerja. Banyak terjadi golongan tidak sesuai dengan Tanggal Mulai Tugas (TMT). Demikian juga dengan kenaikan pangkat berkala, tidak ada untuk guru madrasah.

“Hal ini sangat disayangkan, padahal guru-guru madrasah sama-sama diperlukan tenaganya. Apalagi, madrasah di bawah kementerian agama jumlahnya lebih sedikit bila dibandingkan dengan madrasah yang dikelola pihak swasta,” beber Hasbulloh.

Sebagai wadah resmi, PGM Jawa Barat tentu harus menampung keluhan-keluhan para guru madrasah tersebut. Selanjutnya diharapkan Kemenag proaktif melakukan penjelasan dan mau mendengar masukan dari para guru madrasah, sehingga terjadi opsi-opsi dan jalan keluar yang bisa dilakukan bersama. “Kemenag harus membuka diri dan dialogis, memahami kondisi nyata yang terjadi di lapangan dan seharusnya sudah bisa mengatasi persoalan yang masih saja terus berulang,” tegas Hasbulloh.

PGM Jawa Barat juga menyayangkan kecilnya kuota bagi seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 2021. Itu pun hanya dialokasikan bagi sisa honorer K2. Tak hanya itu, tenaga honorer K2 yang bisa mengikuti yaitu berusia lebih dari 35 tahun hingga 59 tahun. Sedangkan aturan pelamar CPNS yang dibatasi hanya bagi mereka yang berusia maksimal 35 tahun. “Jadi kesempatan untuk menjadi PPPK atau bahkan PNS sebelum usia itu, malah kecil. Hal ini yang dinilai diskriminatif. Apalagi setelah itu mereka tidak memperoleh tunjangan pensiun,” ungkap Hasbulloh.

Hasbulloh menjelaskan, guru honorer K2 adalah tenaga honorer yang sudah melewati pendataan pemerintah pada 2010 dan seharusnya diangkat melalui seleksi PPPK pada 2018-2019. Namun sampai saat ini masih ada sejumlah tenaga honorer K2 yang belum diangkat menjadi ASN.

Dengan tidak adanya tambahan kuota formasi guru agama, otomatis peluang mereka menjadi aparatur sipil negara (ASN) PPPK menjadi tertutup. “Guru pendidikan agama Islam (PAI) bukanlah honorer K2. Kalau kuota guru PPPK Kemenag tidak ditambah, otomatis banyak guru agama yang tidak bisa ikut seleksi PPPK. Tentu, posisi guru agama di sekolah akan makin terjepit,” papar Hasbulloh. (*)

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow