Kabarindoraya.com | Surakarta — Dosen Ilmu Hukum dan Direktur Pusat Studi Konstitusi dan Hukum Islam (PusKoHis) Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta, Gus Mustain Nasoha, menyampaikan sepuluh catatan kritis terhadap RUU KUHAP. Menurutnya, revisi KUHAP yang dibahas DPR saat ini “berpotensi melemahkan prinsip negara hukum, mengaburkan visi humanisme KUHP 2023, serta membuka ruang penyalahgunaan kekuasaan dalam proses pidana.”
Gus Mustain menegaskan bahwa KUHP 2023 membawa visi substansial, sementara KUHAP menentukan apakah visi tersebut dapat diwujudkan secara nyata. “Hukum materiil memberi arah, tetapi hukum acara menentukan bagaimana negara memperlakukan warganya. Bila KUHAP tidak dibangun dengan etika due process, maka keadilan akan mati di meja prosedur,” ujarnya.
Berikut 10 kelemahan RUU KUHAP dan solusi ilmiahnya dalam perspektif akademik-yuridis Gus Mustain.
1. Pengikisan Kontrol Yudisial dan Melemahnya Due Process of Law
RUU KUHAP menghilangkan mekanisme hakim pendahuluan, padahal dalam doktrin rechtsstaat setiap tindakan upaya paksa harus berada di bawah otoritas judicial pre-trial control. Kewenangan luas penyidik tanpa filter hakim menciptakan risiko arbitrary arrest, kriminalisasi, dan penyalahgunaan wewenang.
Solusi yang ditawarkan adalah menghidupkan kembali hakim pendahuluan sebagai pengawas independen terhadap seluruh upaya paksa. Model ini merupakan standar dalam comparative criminal procedure seperti di Belanda (rechter-commissaris) dan Jerman (Ermittlungsrichter). Kewenangan penyidik harus tunduk pada prinsip judicial authorization dan extern controle.

.png)