Kabarindoraya.com | Bogor - Pemerintah Kabupaten Bogor terus mematangkan rencana pemekaran wilayah menjadi daerah otonomi baru (DOB) di kawasan Bogor Barat dan Bogor Timur. Rencana ini telah diajukan ke pemerintah pusat dan kini menunggu pencabutan moratorium pemekaran wilayah oleh Presiden dan DPR RI.

‎‎Gagasan pemekaran tersebut juga telah tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor Tahun 2024–2044, sebagai langkah strategis untuk mengatasi kendala rentang kendali pemerintahan di Kabupaten Bogor yang sangat luas — mencapai 2.986,20 km² dengan populasi lebih dari 5,4 juta jiwa.

‎Pemekaran Bogor Timur diharapkan dapat mendekatkan pelayanan publik, mendorong pemerataan pembangunan, dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi baru di kawasan timur Kabupaten Bogor.

‎‎Kepala Desa dan BPD Tujuh Kecamatan Sepakat Matangkan Persiapan Bogor Timur Mekar

‎‎Sebagai bentuk dukungan terhadap proses pemekaran, para Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dari tujuh kecamatan di wilayah Bogor Timur mengadakan pertemuan di Rumah Makan Jatinunggal, Kecamatan Jonggol, Kamis (23/10/2025).

‎‎Pertemuan ini membahas pemantapan kajian teknis, kesiapan administratif, serta usulan lokasi ibu kota Bogor Timur.

‎Anggota DPRD Kabupaten Bogor sekaligus tokoh masyarakat Bogor Timur, Beban Suhendar, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari kajian yang dilakukan Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP).

‎‎“Hari ini kepala desa dan BPD dari tujuh kecamatan Bogor Timur berkumpul untuk membahas kelanjutan kajian yang sudah dua kali dilakukan oleh IAP, melibatkan seluruh elemen masyarakat,” ujar Beban Suhendar.

‎‎Usulan Baru: Ibu Kota Bergeser ke Sukaresmi dan Nama Kabupaten Menjadi ‘Kabupaten Jonggol’

‎Beban Suhendar menjelaskan bahwa dalam pertemuan tersebut muncul dua poin penting hasil diskusi. Pertama, usulan pergeseran lokasi ibu kota Bogor Timur dari Desa Singasari (Jonggol) ke Desa Sukaresmi (Sukamakmur) karena pertimbangan teknis dan kelayakan lahan.

‎‎“Lahan di Sukaresmi lebih luas, kondisi tanahnya stabil, air mudah didapat, dan secara geografis lebih mendukung. Berbeda dengan Singasari yang pengembangannya terkendala karena banyak lahan di sekitarnya sudah dimiliki pihak swasta,” jelasnya.

‎‎Kedua, mayoritas peserta pertemuan sepakat mengusulkan perubahan nama daerah otonomi baru dari semula “Kabupaten Bogor Timur” menjadi “Kabupaten Jonggol”, dengan alasan historis dan identitas kultural yang kuat.

‎‎“Nama Jonggol punya sejarah dan nilai identitas yang melekat di masyarakat. Namun keputusan akhir tetap ada di pemerintah,” tambahnya.

‎‎Menurut Beban Suhendar, aspirasi ini menunjukkan keseriusan masyarakat Bogor Timur untuk memperjuangkan pemekaran wilayah demi pemerataan pembangunan.

‎‎“Yang penting bukan hanya nama atau lokasi ibu kota, tapi bagaimana pemekaran ini bisa mempercepat pembangunan dan mewujudkan keadilan bagi warga Bogor Timur,” pungkasnya.