Kabarindoraya.com | Bogor - Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Junaidi Samsudin, meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor untuk mengkaji ulang pelaksanaan program gerakan rereongan sapoe sarebu yang di gagas oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. 


Ia menjelaskan sebelum benar-benar diterapkan di wilayah Kabupaten Bogor, kebijakan tersebut sebaiknya tidak dilaksanakan secara tergesa-gesa karena berpotensi menimbulkan banyak mudarat bagi masyarakat.


“Saya meminta kepada Bupati Bogor untuk mengkaji agar tidak dilaksanakan terburu-buru. Kajian komprehensif dulu baru boleh dilaksanakan. Kenapa? Karena saya melihat terlalu banyak mudaratnya,” tegas Junaedi saat ditemui tim wartawan di DPC PPP pada Kamis, 9 September 2025.


Menurutnya, meski gerakan ini memiliki tujuan baik untuk menumbuhkan semangat gotong royong dan kesetiakawanan sosial, namun pelaksanaannya harus memperhatikan aspek keadilan dan kepatuhan hukum.


“Rereongan ini berlaku untuk semua kalangan, baik ASN provinsi sampai tingkat kabupaten, juga masyarakat sipil. Kalau seperti ini berarti semua masyarakat harus terlibat, sementara memang kita bicara seribu ringan bagi masyarakat yang mampu,” kata dia. 


Junaedi yang juga menjabat sebagai Sekretaris DPC PPP Kabupaten Bogor menilai nilai-nilai gotong royong sejatinya sudah hidup di tengah masyarakat Kabupaten Bogor tanpa perlu diwajibkan lewat program rereongan.


“Kesetiakawanan dan gotong royong di kita sudah berjalan. Ada patungan untuk kematian, bahkan nilainya lebih dari itu untuk kolektivitas,” tambahnya.


Ia juga menyoroti substansi rereongan yang disebut-sebut akan digunakan untuk mendukung sektor kesehatan dan pendidikan. Menurutnya, dua sektor tersebut merupakan tanggung jawab mutlak pemerintah, bukan dibebankan kepada masyarakat.


“Kalau saya ambil kesimpulan dari sini bahwa, ketika edaran ini mengarah ke wajib, itu berbahaya. Karena payung hukumnya bisa bertentangan dengan UUD. Apakah sudah ada izin atau restu dari Kementerian Sosial? Kan harus ada persetujuan itu,” tegasnya.


Lebih lanjut, Junaedi mengingatkan agar kebijakan rereongan dapat menjadi celah  terjadinya pungutan liar yang bertentangan dengan aturan dalam UUD. 


“Di lain sisi, ini sama saja melegalkan pungutan liar, sementara UUD kita mengarahkan untuk sekolah dengan alasan apapun tidak ada pungutan liar. Dilain sisi Gubernur malah menyuruh untuk iuran,” tegasnya. 


Atas dasar itu, Junaidi meminta Pemkab Bogor menunda bahkan membatalkan pelaksanaan rereongan hingga dasar hukumnya benar-benar jelas.


“(Kalau tetap dilaksanakan?) pasti ada catatan. Dasarnya apa? Kalau misalnya tetap dilaksanakan kami akan memanggil pemerintah daerah. Jangan bebani masyarakat,” pungkasnya