KabarIndoraya.com | Jakarta - Sidang lanjutan kasus kredit fiktif Bank Jatim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghadirkan 19 saksi diantaranya hadir beberapa nominee sebagai figur direktur dan komisaris perusahaan boneka, dua BUMN yang dicatut kegiatan proyeknya untuk jaminan, beberapa bank tempat Indi Daya Group membuka rekening dan rekanan Indi Daya Group pada Kamis 16 Oktober 2025.
Jaksa Penuntut Umum dalam sidang mengatakan telah menghadirkan 19 saksi yang hadir diantaranya Soni Fernando, Muhammad Faisal, Raihan Zufran Renaldi, Krisna Ayu, Aryo, Abdul Kodir, Fajar Sakti, Rana Prayoga, Mardi, Puri Puji Andini, Bambang Tri Hartanto, Ricky Gandawijaya, Nurul Arofah, M. Zaidina Reza, Rudi Haryanto, Nelson Fernando, Ricky Agustiansyah, Estidian, Rama Paksi dan Saripin yang merupakan rekanan salah satu perusahaan dari Indi Daya Group.
Untuk nominee ada Mardi, Rana Prayoga, Abdul Kodir, Rama Paksi dan Fajar Sakti.
Dalam sidang, Saksi Aryo memaparkan di PT. Pembangunan Perumahan (BUMN), tidak pernah ada proyek yang dikerjakan oleh perusahaan Indi Daya Group. Widya Karya sempat ada SPK tapi tidak jadi, baru sekedar draft namun tidak berlanjut. Kunjungan dari Bank Jatim pernah, konfirmasi soal pekerjaan tapi tidak ada yang dikerjakan oleh perusahaan yang mendapatkan kredit fiktif dari Bank Jatim ini.
Saksi Mardi menyampaikan bahwa tiba-tiba namanya ada di PT. Suci Gemilang sebagai direktur. Padahal keseharian dirinya hanya menjadi driver ojek saja. Dirinya merasa kaget ketika ada panggilan dari Kejati DKI Jakarta. Saksi Rana Prayoga juga kaget namanya dicatut dalam salah satu perusahaan yang terlibat kredit fiktif di Bank Jatim ini, padahal dirinya hanya pekerja harian lepas. Keduanya tidak pernah mendapatkan bayaran dan tidak mengetahui data mereka dicatut menjadi nominee.
Sementara saksi Rama Paksi dirinya pengangguran dan namanya tercatat sebagai Direktur PT. Kamal Utama Logistik bagian dari salah satu perusahaan yang mendapatkan kredit fiktif di Bank Jatim ini. Dirinya diajak orang bernama Samuel Asad, dijanjikan uang berkisar Rp20 juta sampai Rp25 juta. Tapi nyatanya hanya diikirim uang Rp5.600.000 sebagai permintaan maaf. Saat di Bank Jatim dirinya hanya tanda tangan saja. Rama mengakui awal mula dirinya diminta KTP saja oleh Samuel Aksa atau dikerap dipanggil Koko. Pada akhirnya saat kasus digarap Kejati DKI Jakarta, Samuel menelepon dirinya sambil marah-marah dan pada akhirnya menyebutkan semua tanggung jawab Agus Dianto Mulia. Tidak lama mengirimkan nama Agus Dianto Mulia beserta nomor teleponnya.
Saksi Bambang Tri dari Askrindo menyatakan bahwa mengenal Agus Dianto Mulia terlebih dahulu sebagai pemilik dari Indi Daya Group.
Saksi Abdul Kodir yang namanya dijadikan sebagai Direktur PT. Indo Utama, awal mulanya diajak temannya bernama Yudi. Bahwa tengah ada proyek jalan tol di Sumatera, namun kurang orang untuk bekerja, diminta foto KTP, KK dan selanjutnya diajak ke Sentul, Kabupaten Bogor bertemu dengan saksi lain yang hadir dalam persidangan yaitu Fajar Sakti. Kemudian diajak ke kantor salah satu perusahaan Indi Daya Group dan kemudian dibawa ke Bank Jatim cabang Jakarta. Setelahnya diberikan uang Rp3 juta dan itupun setelah tanda tangan di notaris.
Saksi Saripin mengaku kenal Bun Sentoso dan Agus Dianto Mulia saat ada kerjasama proyek di Pengadilan Agama Muara Dua dan dirinya juga pernah dapat proyek di terminal Cikarang. Dirinya merupakan direktur PT. Eka Laras Mulya. Dirinya mengaku tidak pernah ada akta kredit dengan Bank Jatim. Nilai proyek terminal Cikarang Rp13 miliar. Untuk posisinya Saripin hanya subkontraktor.
Saksi Fajar Sakti mengaku dirinya bertugas mencari nominee dan ia juga termasuk nominee. Awalnya dirinya dijadikan nominee oleh temannya bernama Abdul Gani, kemudian ada arahan untuk mengajak orang lain untuk dipekerjakan jadi direktur dan komisaris di perusahaan-perusahaan yang terlibat kredit fiktif di Bank Jatim ini. Untuk di Bank Jatim cabang Jakarta, Fajar mengakui melakukan tanda tangan akta kredit dan awalnya diberikan uang senilai Rp15 juta.
Kemudian Fajar membeberkan, total untuk mencari nomine dapat Rp76 juta, dirinya mendapatkan fee secara bertahap. Uang tersebut didapat dari Abdul Gani, tapi belakang diketahui itu dari Ifan Lazuardi. Sementara itu nominee yang dicari oleh Fajar total diberikan Rp73 juta, ada yang diberikan Rp3 juta dan untuk masing-masing yang diajak nominal yang diberikan bervariasi.
Fajar mengaku saat kasus digarap Kejati DKI Jakarta, Abdul Gani dan Ifan Lazuardi sempat mengarahkan agar mengaku uang yang diterima dirinya diterima dari terdakwa Sischa Dwita Puspa Sari. Namun dirinya tetap memberikan keterangan sesuai dengan fakta yang terjadi.
Diketahui, fakta dalam persidangan sebelumnya juga terungkap bahwa salah satu barang bukti yang ditunjukkan berupa Berita Acara Serah Terima PT Brantas Adipraya yang diduga fiktif atau palsu tersebut ditandatangani oleh Terdakwa Agus Dianto Mulia selaku Pemilik PT Indi Daya Grup.
Dalam kasus ini kelima terdakwa Benny, Bun Sentoso, Agus Dianto Mulia, Sischa Dwita Puspa Sari, dan Fitri Kristiani dinilai telah memperkaya diri sendiri atau orang lain. Para terdakwa terancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
