Kabarindoraya.com | Surakarta — Jumat, 5 Desember 2025. Sebuah polemik tak biasa mencuat di salah satu desa di Jawa Tengah. Persoalan yang tampaknya sepele berubah menjadi perbincangan hangat ketika jabatan imam salat di masjid setempat diperdebatkan secara terbuka oleh dua pihak yang sama-sama merasa paling pantas mengemban amanah tersebut.
Kisruh bermula saat seorang imam masjid yang diberhentikan oleh pemerintah berwenang mengirimkan surat protes kepada imam baru yang telah sah ditetapkan. Tak pelak, publik mulai bertanya-tanya: siapa sebenarnya yang berhak menentukan seseorang layak atau tidak layak menjadi imam masjid? Apakah yang paling alim? Yang paling senior? Yang paling populer? Atau yang paling banyak pengikutnya?
Pertanyaan ini akhirnya mengemuka dalam forum tanya jawab jamaah di Masjid Agung Surakarta pada suatu pagi yang dipadati warga. Hadir di tengah jamaah sebagai narasumber adalah Pengasuh Pesantren Raudlatul Muhibbin Al Mustainiyyah sekaligus Pengurus Bidang Dakwah DMI Surakarta, KH. Ahmad Muhammad Mustain Nasoha sosok ulama yang dikenal lugas namun menyejukkan dalam memberikan penjelasan keagamaan.
Suasana forum yang semula tegang perlahan hening saat KH. Mustain mulai memberikan jawaban. Beliau menyampaikan bahwa persoalan imam salat tidak bisa diserahkan kepada siapa yang merasa lebih alim atau lebih layak secara subjektif. Tidak pula ditentukan oleh popularitas, kedekatan politik, atau dukungan kelompok tertentu.
“Masalah pengangkatan imam salat bukan arena klaim kealiman, bukan kontestasi jabatan,” tegas KH. Mustain di hadapan jamaah.
Lebih lanjut, beliau menegaskan bahwa syariat sudah menentukan pihak yang memiliki otoritas untuk mengangkat imam masjid, dan hal itu dijelaskan secara gamblang dalam kitab-kitab fikih klasik (turats) yang menjadi rujukan ulama dari masa ke masa.

.png)