Kabarindoraya.com  |  Bogor -  Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada tanggal 1 Januari 2026 mendatang menjadi langkah penting dalam upaya meningkatkan kualitas sistem hukum pidana di Indonesia dan merubah secara materil penegakan hukum. Namun, dalam KUHP tersebut juga masih memerlukan banyak perbaikan tata bahasa dan penyesuaian norma dengan UU Sektoral yang sudah diterbitkan sebagai lex spesialis.

Berkenaan dengan munculnya rancangan undang-undang penyesuaian pidana yang diusulkan Kementerian Hukum, setelah melalui uji publik di bulan Oktober 2025 ini, banyak praktisi hukum, akademisi dan legislator memberikan pendapat, saran dan masukan. Kabag Hukum dan Hak Asasi Manusia Setda Kota Bogor, Alma Wiranta sebagai praktisi hukum (Jaksa), birokrat dan sekaligus ahli penyusun regulasi daerah (regulator) memberikan pendapat yang konstruktif terkait materi RUU Penyesuaian Pidana  berkaitan dengan norma sanksi di Peraturan Daerah (Perda). Alma Wiranta memberikan tanggapan substansi setelah menghadiri pemeriksaan lokasi perkara perdata di Tanah Sareal Kota Bogor, rabu (29/10/2025) 

"Materi substantif dalam RUU penyesuaian pidana akan merevisi secara total penerapan sanksi dalam Perda yang memuat sanksi pidana ringan, " kata Alma

Kebutuhan Penyesuaian dan Revisi Perda

Penyesuaian dan revisi Perda yang memuat sanksi pidana sangat penting untuk memastikan bahwa penerapan sanksi dalam Perda tersebut selaras dengan KUHP. Beberapa alasan yang mendasari kebutuhan penyesuaian dan revisi ini adalah:

- Kesesuaian dengan KUHP baru, maka Perda yang memuat sanksi pidana ringan perlu disesuaikan dengan KUHP (UU No. 1 Tahun 2023) untuk memastikan bahwa Perda tersebut tidak bertentangan dengan hukum nasional.