Kabarindoraya.com | Jakarta — Nama PT Pacific Multindo Permai (PMP) kembali menjadi sorotan setelah proyek pembangunan mercusuar Karang Singa di perairan Bintan, Kepulauan Riau, senilai Rp69,11 miliar dilaporkan belum selesai. Proyek strategis nasional milik Kementerian Perhubungan (Kemenhub) itu seharusnya rampung pada 2023, namun hingga kini belum selesai.
Yang menjadi sorotan, perusahaan pelaksana proyek ini ternyata sedang menjalani sanksi larangan mengikuti tender APBN/APBD selama satu tahun dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Sanksi tersebut dijatuhkan berdasarkan Putusan KPPU Nomor 18/KPPU-L/2023 setelah PT PMP terbukti bersekongkol dalam tender proyek Pelabuhan Laut Nusa Penida, Bali.
Dalam putusan itu, KPPU menemukan adanya kesamaan dokumen penawaran, alamat IP yang identik, serta afiliasi antar peserta lelang. Pelanggaran tersebut dinilai melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Atas pelanggaran itu, PT PMP dijatuhi larangan mengikuti tender proyek APBN dan APBD selama 30 September 2024 hingga 29 September 2025.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan hal berbeda. Berdasarkan data LPSE Kementerian Perhubungan, PT Pacific Multindo Permai tercatat sebagai pelaksana proyek Pembangunan Menara Suar Karang Singa dengan nilai kontrak sekitar Rp70,7 miliar (kode lelang: 90889114). Padahal, secara hukum, perusahaan ini masuk dalam daftar larangan tender nasional.
Proyek Strategis, Progres Minim
Laporan lapangan dari berbagai informasi menunjukkan pekerjaan fisik proyek mercusuar belum selesai. Proyek yang disebut strategis untuk memperkuat batas maritim Indonesia itu justru berujung pada dugaan penyimpangan anggaran.
Bahkan, Polda Kepulauan Riau telah memeriksa sejumlah pejabat di Distrik Navigasi Tanjungpinang terkait keterlambatan pekerjaan ini. Sementara Sekretaris Daerah Provinsi Kepulauan Riau bersama pejabat dari Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub sempat meninjau lokasi pada Mei 2025, namun progres masih jauh dari klaim penyelesaian yang disampaikan kontraktor.
“Perusahaan yang terbukti bersekongkol masih bisa menangani proyek strategis nasional. Ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan adanya dugaan pembiaran, indikasi pola nya sama dengan kasus di nusa penida yang akhirnya muncul putusan KPPU 2023” ujar Junaidi Rusli, Koordinator Nasional Forum bersama antikorupsi dan monopoli, di Jakarta, Sabtu (1/11).
Desakan ke Kejaksaan Agung
Forum Bersama Anti Korupsi menilai kasus ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan indikasi penyalahgunaan wewenang yang bisa dijerat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Forum Bersama Antikorupsi mendesak Kejaksaan Agung RI untuk segera:
1. Menyelidiki penetapan PT PMP sebagai pelaksana proyek yang sedang dalam masa larangan tender.
2. Memeriksa pejabat pengadaan dan PPK di lingkungan Kemenhub yang beberapa kali memenangkan PT PMP.
3. Menelusuri aliran dana, kontrak, serta dokumen pembayaran proyek mercusuar Karang Singa.
“Kejaksaan harus menindak tegas praktik ‘menang lagi–menang lagi’ perusahaan bermasalah seperti ini. Negara tidak boleh dikendalikan oleh kelompok yang terbiasa bermain dalam proyek publik,” tegas Junaidi Rusli.
Sementara itu, aktivis Egi Hendrawan menambahkan, “Kasus mercusuar Karang Singa ini menggambarkan kegagalan sistem pengadaan nasional. Aturan ada, tapi tidak ditegakkan, selasa kita akan kirim Lapdu ke kejaksaan agung”
