Kabarindoraya.com  |  Ciputat - Tangerang Selatan – Kasus dugaan korupsi pengadaan server di lingkungan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Tangerang Selatan kembali menjadi sorotan publik. 

Setelah sempat membantah adanya penyelidikan, pejabat terkait kini mengakui bahwa kasus tersebut memang ditangani Polda Metro Jaya sejak Mei 2025.

Namun, pengakuan terbaru justru memunculkan pertanyaan baru soal transparansi penegakan hukum di daerah ini.

Awal Kasus dan Penyelidikan yang Senyap

Kasus ini bermula dari laporan dugaan korupsi pengadaan server yang tercatat dalam Nomor Laporan LI/396/V/RES.3.3/2025/Ditreskrimsus tertanggal 28 Mei 2025. 

Penyelidikan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor Sp.Lidik/1629/V/RES.3.3/2025/Ditreskrimsus yang dikeluarkan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya pada hari yang sama.

Penyelidikan tersebut mencakup pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat Diskominfo Tangsel, termasuk Kepala Bidang Pengelolaan Infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), Syaiful Bahri. 

Namun, sejak awal prosesnya, kasus ini berjalan tertutup. Bahkan, sejumlah pegawai Diskominfo disebut-sebut sempat mendapat arahan agar tidak membocorkan informasi kepada publik mengenai aktivitas pemeriksaan aparat kepolisian di kantor mereka.

Bantahan Awal dan Perubahan Sikap Pejabat

Pada tahap awal penyelidikan, Kepala Diskominfo Tangsel, Tb. Asep Nurdin, bersama jajarannya membantah keras adanya pemeriksaan oleh Polda Metro Jaya.

Ia bahkan menegaskan melalui sejumlah media bahwa isu tersebut merupakan hoaks yang sengaja digulirkan untuk merusak citra instansi.

Namun, seiring berjalannya waktu, kebungkaman itu tak dapat lagi dipertahankan. 

Dalam pernyataannya kepada media, Kamis (23/10/2025), Kabid TIK Syaiful Bahri akhirnya mengakui bahwa kasus pengadaan server memang tengah diselidiki oleh aparat kepolisian.

“Iya (benar),” ujar Syaiful singkat saat dikonfirmasi.

Klaim SP3 dan Minimnya Bukti

Yang menarik, Syaiful kemudian mengklaim bahwa penyelidikan atas kasus dugaan korupsi tersebut telah dihentikan melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Ia menyebutkan bahwa SP3 telah diterbitkan sekitar sebulan yang lalu, meskipun dirinya tidak dapat menunjukkan bukti fisik atau salinan resmi dari surat tersebut.

“Sudah di SP3, sekitar sebulan lalu,” ungkapnya dengan nada sedikit gugup.

Klaim ini memunculkan tanda tanya besar di kalangan publik, mengingat tidak adanya klarifikasi resmi dari Polda Metro Jaya, khususnya Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus), yang menangani perkara tersebut. 

Hingga berita ini diturunkan, pihak kepolisian belum memberikan keterangan apapun terkait hasil penyelidikan maupun keabsahan penerbitan SP3 tersebut.

Respons Publik dan Tuntutan Transparansi

Sikap tertutup Diskominfo Tangsel dan minimnya keterbukaan informasi dari aparat penegak hukum membuat publik semakin skeptis terhadap proses penanganan kasus ini. 

Sejumlah aktivis antikorupsi bahkan menyatakan kekecewaannya terhadap cara penanganan perkara yang dinilai tidak transparan dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.

Sebagai bentuk protes, beberapa kelompok masyarakat sipil dikabarkan telah menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.

Mereka mendesak agar lembaga antirasuah turun tangan melakukan supervisi terhadap penyelidikan kasus korupsi di Diskominfo Tangsel, guna memastikan tidak ada intervensi atau penyimpangan dalam proses hukum.

Desakan Publik untuk Audit dan Pengawasan Independen

Para aktivis juga meminta Inspektorat Daerah dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit khusus terhadap proyek pengadaan server yang menjadi sorotan. 

Langkah ini dinilai penting untuk memastikan penggunaan anggaran teknologi informasi publik berjalan sesuai ketentuan dan tidak diselewengkan.

“Kalau memang sudah di-SP3, harusnya disertai bukti resmi dan bisa diakses publik. Jangan sampai masyarakat berpikir kasus ini disembunyikan,” ujar Kapriyani  aktivis antikorupsi Tangsel dari LSM Lembaga Perlindungan Konsumen dan Lingkungan Nusantara (LPKLN) .

Klaim penghentian penyidikan kasus korupsi pengadaan server di Diskominfo Tangsel melalui SP3 masih menyisakan tanda tanya besar. 

Tanpa kejelasan dari pihak kepolisian maupun bukti sahih dari pejabat terkait, publik berhak mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas penegakan hukum di lingkungan pemerintah daerah.

Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa dalam tata kelola pemerintahan modern, keterbukaan informasi dan integritas pejabat publik adalah fondasi utama dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara.