Kabarindoraya.com  |  TANGERANG SELATAN — Proyek penataan kawasan kumuh di wilayah Ciater, Cirendeu, dan Serua, Kota Tangerang Selatan, senilai Rp5,7 miliar diduga bermasalah. Ketidaksesuaian antara data dalam papan informasi proyek di lokasi dengan data yang tercantum di portal Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) menimbulkan pertanyaan publik terkait transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran daerah tahun 2025.

Pantauan di lapangan menunjukkan papan proyek yang terpasang di RW 03 Kampung Rawa Macek, Kelurahan Ciater, Kecamatan Serpong, mencantumkan nilai kontrak sebesar Rp3.758.880.057 dengan pelaksana CV Adrista Hutama Putra , sementara proyek Penanganan Kawasan Kumuh Kelurahan Serua senilai Rp.1.8 miliar yang seharusnya menjadi satu kesatuan malah dipisah seolah-seolah menjadi 2 proyek yang berbeda .

Namun, ketika dicek di laman LPSE Inaproc Amel, proyek dengan ID RUP 59431616 dan Kode Paket MRB-P2505-1845280 atas nama “Konsolidasi Paket Penanganan Kawasan Kumuh Kelurahan Ciater dan Cirendeu dengan Serua” justru tercantum memiliki nilai kontrak Rp5.736.750.000, tanpa keterangan nama penyedia jasa pelaksana.

Kondisi tersebut menimbulkan dugaan adanya ketidaksesuaian administrasi atau bahkan potensi pelanggaran prosedur pengadaan. Upaya wartawan untuk mengonfirmasi ke pihak Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Perkimta) Kota Tangerang Selatan hingga berita ini diturunkan belum mendapatkan tanggapan resmi.

Aktivis antikorupsi dari Lembaga Perlindungan Konsumen dan Lingkungan Nusantara (LPKLN), Kapriyani, SH, MH, menilai ketidaktepatan penggabungan paket pekerjaan berpotensi menimbulkan berbagai persoalan dalam pelaksanaan proyek.

“Jika penggabungan paket pekerjaan tidak dilakukan dengan benar, dapat menimbulkan pelelangan yang tidak sehat dan membuka peluang praktik KKN,” ujarnya kepada wartawan, Minggu (2/11/2025).

Kapriyani menambahkan, penggabungan paket yang terlalu luas atau kompleks dapat menyulitkan pengawasan mutu pekerjaan serta meningkatkan risiko keterlambatan penyelesaian proyek.

“Penggabungan paket pekerjaan dalam SIRUP harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan mempertimbangkan seluruh aspek teknis serta regulasi yang berlaku,” tegasnya.

Ia juga menyayangkan jika Dinas Perkimta tidak melakukan konsultasi dengan ahli pengadaan barang/jasa sebelum menetapkan konsolidasi paket.

“Kami menduga tidak ada kajian teknis mendalam sebelum penggabungan paket dilakukan. Seharusnya setiap proses konsultasi dengan ahli dilakukan untuk memastikan seluruh tahapan sesuai aturan,” pungkasnya.

Sementara itu, pantauan wartawan di lokasi proyek menunjukkan adanya perubahan masa pelaksanaan yang tercantum di papan informasi. Semula, proyek dijadwalkan selesai dalam 120 hari kalender hingga 2 Oktober 2025, namun kemudian diubah menjadi 180 hari kalender hingga 1 Desember 2025.

Perubahan tersebut semakin menimbulkan pertanyaan publik mengenai transparansi pelaksanaan proyek penataan kawasan kumuh senilai miliaran rupiah tersebut.